-->
author

sticky

close
Pola Hidup Positif Untuk Kehidupan Mulia Dan Berkualitas

Pola Hidup Positif Untuk Kehidupan Mulia Dan Berkualitas

Pola hidup seseorang akan membentuk kehidupan kesehariannya. Apakah itu pola hidup yang meterialistis maupun pola hidup yang dipenuhi dengan nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan. Pola hidup yang salah harus diubah untuk mendapatkan kehidupan yang baik. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an, “Sesunggunhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga kaum itu sendiri yang mengubah keadaan mereka.” (QS Ar-Ra’ad: 11).

Pola Hidup Positif Untuk Kehidupan Mulia Dan Berkualitas

Selama 13 tahun Rasululluah SAW berusahan sekuat tenaga mengubah pola hidup kaum jahiliyah dengan menanamkan iman yang benar dan tauhid yang kokoh. Iman yang benar akan mengarahkan hidup manusia menuju hidup yang lurus, menjauhi hal-hal yang dilarang Allah SWT, sehingga dapat melahirkan hidup dan kehidupan yang baik. Iman seseorang tidaklah tetap, tetapi selalu berubah-ubah, bertambah dan berkurang. Iman itu terletak di hati. Sedangkan hati itu sendiri dalam bahasa Arabnya adalah qalbun, artinya yang berbolak-balik. Iman bertambah karena ketaatan kepada Allah SWT dan berkurang karena bermaksiat kepada Allah SWT.

Imam Abu Hanifah membagi iman menjadi empat golongan, pertama, iman yang selalu bertambah, yaitu imannya para Nabi dan Rasul, karena mereka dapat mengalahkan hawa nafsunya. Kedua, iman yang tetap, yaitu imannya para malaikat, karena mereka tidak mempunya hawa nafsu dan selalu taat kepada Allah SWT semata. Ketiga, iman yang selalu berubah, yaitu imannya kaum Muslim pada umumnya, karena hati mereka terkadang menang tapi terkadang dapat dikalahkan oleh hawa nafsu. Keempat, iman yang selalu berkurang, yaitu imannya ahli maksiat, karena mereka telah dikalahkan oleh hawa nafsuny dan akal sehar mereka telah mati.

Kita bukanlah malaikat, Nabi, atau Rasul, tetapi naudzubillah jangan sampai kita menjadi ahli maksiat. Kita harus sadar dan menggunakan akal sehat sesuai dengan petunjuk Kitabullah dan Sunnah Rasul, sehingga pola kehidupan yang baik dapat terwujud menjadi kehidupan yang damai penuh ridha Allah SWT.

Keteguhan Iman

Iman yang secara terminologis dapat diartikan percaya, adalah dasar bagi keberagamaan seorang Muslim. Seseorang tidak akan dikatakan beragama Islam kalau tidak beriman. Secara istilah, iman adalah pembenaran terhadap apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW beserta pokok Sunnahnya. Sedangkan Islam adalah taat dan patuh kepada apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW beserta pokok dan Sunnahnya. Iman dan Islam adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan, keduanya adalah kunci keselamatan dan kebahagiaan hidup dunia akhirat.

Manusia yang hidup di dunia ini diharapkan dapat mencapai predikat Mukmin (orang yang beriman), Muslim (orang yang beragama Islam), dan Muhsin (orang yang berbuat baik). Gelar/sebutan ini harus selalu dipertahankan demi keselamatan dan kebahagiaan hidup. Demi keselamatan dari kehinaan dan keselatan dari kenistaan, baik di dunia maupun diakhirat. Hubungan antara iman dan perbuatan adalah sangat erat seperti telah diterangkan dalam sebuah Hadis, “Tidaklah berzina orang yang berzina ketika berzina sedangkan ia dalam keadaan beriman dan tidaklah mencuri orang yang mencuri sedangkan ia dalam keadaan beriman.” (HR At-Tirmidzi dan An-Nasa’i).

Iman adalah sesuatu yang tak bisa dilihat kecuali dengan perbuatannya. Orang yang beriman selalu berbuat baik karena amal shalih adalah buah dari iman. Syaikh Fakhrurrazy menyebutkan bahwa iman mempunyai enam cabang, yaitu:

Pertama, cabang yang bermuara ke hati, buahnya adalah keinginan baik. Kedua, cabang yang bermuara ke lidah, buahnya adalah perkataan baik. Ketiga, cabang yang bermuara ke kaki, buahnya adalah langkah menuju perkumpulan yang baik. Keempat, cabang yang bermuara ke tangan, buahnya adalah suka memberi dan shadaqah. Kelima, cabang yang bermuara ke perut, buahnya adalah mengonsumsi makanan halal. Keenam, cabang yang bermuara ke mata, buahnya adalah mengambil pelajaran dan permisalan.

Iman harus dijaga dengan baik. Karena itu hendaknya kita harus selalu berdoa agar menjadi khusnul khatimah. Orang yang selalu beriman sejak kecil dapat masuk neraka karena pada akhir hayatnya melakukan perbuatan kufur. Dan orang yang berbuat kafir sejak kecil bisa masuk surga karena pada akhir hayatnya ia beriman dan berbuat kebajikan. Allah SWT mengajarkan, “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu.” (QS Ali ‘Imran 8).

Kehidupan Yang Berkualitas

Doa yang paling sering dipanjatkan oleh Nabi Muhammad SAW selama masa hidupnya, adalah doa yang artinya: “Ya Allah, Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS al-Baqarah 201). Doa ini mengajarkan kepada kita bahwa kehidupan yang menjadi cita-cita dan harus diusahakan oleh setiap pribadi Muslim dan umat Islam adalah kebahagiaan di dunia dan akhirat (as-sa’adah fi ad-daraini). Ajaran tentang kebahagiaan hidup ini banyak kita jumpai dalam Islam. Umpamanya dalam sebuah Hadis dijelaskan mengenai empat perkara yang termasuk kebahagiaan seseorang, yaitu; jika istrinya seorang yang shalihah, anak-anaknya yang baik, kawan-kawannya atau orang yang dipergaulinya adalah orang-orang yang shalih, dan rezekinya dekat dengan tempat tinggalnya.

Orang akan merasa bahagia jika ia menjadi hiasan dunia atau bunga ditengah-tengah masyarakat. Sebaliknya, alangkah celaka dan hinanya kalau orang menjadi sampah masyarakat, pengganggu serta beban masyarakat. Tersebut dalam sebuah Hadis, dunia ini ibarat suatu kebun yang dihiasi dengan lima macam perhiasan, yaitu: ilmu para ulama, keadilan orang-orang yang memegang kekuasaan (umara), ketertiban dan ketekunan ibadah hamba-hamba Allah yang beribadah, kejujuran para pedagang dan pengusaha, dan kedisiplinan para karyawan (di berbagai lapangan).

Kelima golongan tersebut, ibarat perhiasan atau bunga yang indah dan memberi sumbangan bagi pembinaan masyarakat dengan corak dan warna sesuai dengan pembawaan masing-masing. Selanjutnya dijelaskan, Iblis kemudian datang dengan membawa lima bendera lalu ditegakkanlah bendera-bendera itu dihadapan kelima perhiasan yang telah disebutkan di atas. Iblis membawa bendera hasad yang ditancapkan di sebelah ilmu ulama dan cerdik pandai, bendera kezaliman yang ditancapkan di hadapan keadilan para penguasa, bendera riya yang dikibarkan disamping orang-orang yang tekun beribadah, bendera khiyanah yang disisipkan untuk melawan kejujuran para saudagar dan pengusaha, dan bendera inkar yang dipasangkan dihadapan kedisiplinan para karyawan.

Tidak dapat dibayangkan nasib umat, apabila ulamanya bersifat hasad, apabila ilmu dipakai untuk menipu orang awam , apabila ayat-ayat al-Qura’an dan Hadis Rasul dijual dengan harga murah untuk memenangkan yang salah dan mengalahkan yang benar. Bagaimana pula nasib suatu umat apabila para cerdik pandai tidak memandang ilmunya untuk keselamatan dan kesejahteraan bersama akan tetapi dipergunakan untuk menghalalkan dan melegalisasikan hal-hal yang dilarang oleh Islam. Akan bagaimanakah nasib suatu umat, apabila orang-orang yang memegang kendali kekuasaan, memandang kekuasaan untuk berkuasa menurut selera dan kepentingan masing-masing. Bagaimana nasib suatu umat, apabila anggota-anggotanya terdiri dari orang-orang yang enggan beribadah, atau beribadah hanya supaya ditonton orang banyak (riya).

Mereka hanya berteriak memanggil Allah SWT apabila bertemu kesulitan, kemudian ketika telah terlepas dari jepitan musibah, Allah dilupakan dan kembali memuja hawa nafsunya belaka. Bagaimana para saudagar dan pengusahanya sudah kehilangan kejujuran. Benderanmya bendera khiyanah, timbangan dibuat untu menipu, meter pengukurnya direkayasa untuk mengorupsi, dengan semboyan “siapa kuat dia yang jaya dan siapa yang lemah menjadi mangsa.” Berapakah tenaga produksi yang akan hilang percuma apabila bendera ahli pekerja menjadi bendera masa bodoh dan masing-masing bertindak menurut hukumnya sendiri. Tidak peduli akan tata tertib yang berlaku untuk mempertinggi hasil dan daya guna.

Kemenangan Akhir

Selain hidup yang bermutu, hendaknya kita berusaha agar mati kita juga bermutu. Kematian adalah sesuatu yang pasti. Kita tidak perlu takut mati. Lalu bagaimanakah caranya agar kematian kita nantinya merupakan akhir dari kehidupan yang lebih bermutu dan membawa kemenangan?

Pertama, mengucap tahlil (laa ilaah illa Allah) ketika kematian datang menjemput. Karena salah satu ciri kematian yang bermutu adalah ketika akan mati seseorang itu mengucapkan laa ilaaha illa Allah. Ada orang yang mati ketika shalat, atau setelah selesai shalat. Ada yang setengah jam lagi akan mati menyebut nama Allah SWT, laa ilaaha illa Allah. Tentunya itu adalah kematian yang berkualitas. Dan banyak juga orang matinya tidak bermutu karena digoda oleh setan. Dalam sebuah Hadis diriwayatkan bahwasanya ketika manusia mendekati mati, datanglah setan kepda manusia berupa seperti ibunya atau ayahnya dan mengajak kepada kekufuran. Harus diingat, bahwa orang yang mati karena bunuh diri atau mati karena dibunuh ketika merampok dan sejenisnya adalah mati yang tidak berkualitas sama sekali. Maka perlu latihan di dunia ini mengucapkan laa ilaaha illa Allah. Dengan memperbanyak membaca kalimat tauhid itu, kita akan mempunyai bekal untuk menghadapi kematian yang kita tidak tahu entah kapan terjadi.

Kedua, mudah dalam sakaraat al-maut. Ada orang yang dimudahkan oleh Allah dalam menghadapi kematiannya. Namun ada juga yang mengalami kesulitan dalam menghadapinya. Maka dari itu kita senantiasa berdoa, “Ya Allah, mudahkanlah hamba dalam menghadapi sakaraat al-maut.” Kemudian dalam sakaraat al-maut tidaklah diberikan secara cuma-cuma. Orang yang dimudahkan oleh Allah dalam sakaraat al-maut adalah orang-orang yang selalu beramal baik untuk mencapai keridhaan-Nya.

Ketiga, selalu bertanya kepada anak-anaknya sebagai para kader penerusnya, “Apa yang kau sembah setelah saya mati?” di antara tanda-tanda orang yang mendapatkan kematian berkualitas adalah apabila ia mempunyai anak, murid, atau keluarga yang ditinggalkan, menjelang kematiannya di bertanya kepada mereka, “Apa yang akan kau sembah sepeninggalku?”

Orang yang bertanya seperti pertanyaan Nabi Ya’qub AS itu, berarti ketika masih hidup selalu memikirkan bagaimana supaya anak cucunya, keturunannya, penduduk desanya, penduduk negerinya tidak melupakan ibadah kepada Allah SWT. Berarti juga ia selalu mengajarkan agama kepada mereka. Sehingga jika ia mati, maka mereka yang ditinggalkan akan selalu mendoakannya.

Demikian, semoga Allah SWT member taufik dan hidayah-Nya, serta kekuatan lahir dan batin kepada kita khususnya, dan umat Islam pada umumnya, sehingga dapat mencapai kehidupan mulia yang kita cita-citakan, yaitu kebahagiaan yang abadi di dunia dan akhirat.

Previous
« Prev Post
Oldest
You are reading the latest post

adblock

Back Top