Setelah peristiwa berdarah 30 September 1965, komunis tak lagi memiliki tempat di negara ini. Paham komunis ditimbun dalam-dalam. Peristiwa Madiun berdarah tahun 1948 serta pembantaian tujuh jenderal tahun 1965 cukup menjadi bukti betapa berbahayanya paham komunis ini.
Namun, tahun 1990-an, diam-diam mereka bangkit. Awalnya, mereka hembuskan cerita adanya konspirasi politik pada tahun 1965. Muncullah kabar bahwa tragedy 30 September 1965 sesungguhnya bikinan seseorang yang ingin berkuasa, bukan bikinan komunis. Komunis malah disebut-sebut menjadi “alat” untuk memuluskan ambisi tersebut.
Ini mungkin benar, mungkin pula salah. Tapi, apa pun alasannya, entah mereka dijadikan “alat” atau bukan, komunis pasti punya kepentingan dengan perintiwa tersebut. Dan, mereka menghalalkan kekejian demi mewujudkan keinginan itu.
Selanjutnya, putra-putri PKI mulai bersuara. Mereka protes karena selama ini merasa dizalimi oleh pemerintah. Mereka tak bisa menjadi pegawai negeri, TNI, bahkan dicap sebagai “orang-orang bermasalah”. Padahal, mereka tak tahu apa-apa tentang komunis. Mereka hanya korban dari pilihan orang tua yang salah.
Simpati pun berdatangan kepada para anak-anak PKI ini. Beberapa seminar, simposium, diskusi, ceramah, digelar. Anak-anak PKI ini diundang. Suara keprihatinan mereka didengar. Simpati semakin deras mengalir. Bahkan, kebablasan. Simpati bukan lagi kepada anak-anak PKI tersebut, namun juga kepada paham komunisnya.
Tahun 2000-an, muncul desakan untuk mencabut Tap MPR Nomor 25 Tahun 1966 dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang larangan ajaran komunis di Indonesia. Itu berarti, paham komunis kembali mendapat lampu hijau untuk merayu-rayu mereka yang tak paham di negeri ini, baik lewat ceramah, seminar, bahkan sinetron di televisi.
Tahun 2002, seorang anak PKI, Ribka Tjiptaning Proletariyati, meluncurkan sebuah buku berjudul Aku Bangga Jadi Anak PKI. Acara peluncuran buku tersebut digelar di aula Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Peminatnya membludak. Yang hadir bahkan bukan hanya “masyarakat biasa”, mantan presiden pun hadir.
Tak cukup sampai di situ. Ribka Tjiptaning juga berseloroh kepada para wartawan, bahwa ia berencana mendirikan partai komunis. Partai ini kelak akan ikut berlaga di pemilu.
Memang, sampai sekarang partai ini belum muncul. Namun, Ribka Tjiptaning Proletariyati --orang yang bangga dengan komunisme-nya-- pada pemilu lalu telah terpilih menjadi anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Hal ini berarti ada ribuan orang yang mendukung ideologinya.
Lalu, seberapa berbahayakah komunis ini? Coba perhatikan perkataan Vladimin Lenin, peletak dasar ideologi komunis. Katanya, “Tak jadi soal bila tiga perempat penduduk dunia habis. Asal yang seperempat itu komunis. Untuk melaksanakan komunisme, kita tidak gentar berjalan di atas mayat 30 juta orang.”
Tentang Tuhan, Karl Marx, tokoh lain peletak dasar ideologi komunis, berkata, “Eksistensi Tuhan tidak masuk akal. Tuhan adalah konsep yang menjijikkan.” Di kesempatan lain, Karl Marx bertutur, “Agama adalah madat bagi masyarakat. Menghujat agama adalah syarat utama semua hujatan.”
Lalu bagaiman taktik mereka untuk mencapai keinginan? Resolusi Konferensi Partai-partai Komunisme se-Dunia tahun 1979 mungkin memberi jawaban. Isinya: “Laksanakan perebutan kekuasaan dengan segala cara yang mungkin; kalau terhalang oleh prinsip diktator proletariat, buang prinsip itu dan injak dengan kaki. Kalau kelompok nasionalis keberatan, berdamailah dengan mereka dan katakana bahwa kalian nasionalis juga. Ganti kulit kalian! Ganti warna kalian dan tunggangi gelombang untuk sampai pada kekuasaan, kekuasaan, kekuasaan, kamerad! Persetan dengan prinsip.”
Bukti bahwa komunis merupakan ideologi tak berperikemanusiaan sudah tergambar secara jelas dalam buku-buku sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah. Demikian pula bukti bahwa komunis mengusung ideologi tak ber-Tuhan telah nyata dari ungkapan-ungkapan sang pendiri ideologi ini.
Namun itu saja belum cukup. Komunis akan bangkit dengan segala cara. Mereka bisa berubah wujud menjadi kelinci yang lucu, kucing yang jinak, dan seketika menjadi serigala yang ganas. Hati-hatilah!
« Prev Post
Next Post »