-->
author

sticky

close
Kisah Penggembala Kambing Dan Seekor Serigala

Kisah Penggembala Kambing Dan Seekor Serigala

Suatu hari, seorang anak yang memiliki kebiasaan menggembala kambing, pergi ke suatu padang ilalang untuk memberi makan kambing gembalaannya. Pada kesempatan itu, ia mempunyai keinginan untuk memperdayai warga sekitar tempat ia menggembala. Ia berteriak keras: “Ada serigala… ada serigala…”. Mendengar teriakan tersebut, warga yang merasa peduli dengan nasib si penggembala bergegas menuju tempat penggembalaan sambil membawa tongkat untuk menghalau serigala. Tetapi, ketika warga sampai di tempat kejadian, yang terjadi sungguh di luar dugaan. Mereka tidak mendapatkan serigala seperti yang diteriakkan oleh sang penggembala. Warga yang merasa dikecewakan oleh sang penggembala pulang ke tempat masing-masing dengan penuh rasa kecewa, sementara sang penggembala tertawa terbahak-bahak karena telah berhasil memperdayai warga.

Kisah Penggembala Kambing Dan Serigala

Pada hari berikutnya, ketika sang penggembala melakukan kebiasaannya, yaitu menggembala kambing-kambingnya di tempat yang sama, datanglah serigala yang sebenarnya. Merasa kambingnya dalam bahaya, ia pun berteriak: “Ada serigala… ada serigala…”, agar para warga mau menolongnya. Tetapi warga tidak merespon teriakannya karena mengira bahwa sang penggembala hanya ingin mengulangi perbuatannya, yaitu menipu warga untuk yang kedua kalinya, sebagaimana yang pernah ia lakukan terhadap mereka di hari sebelumnya. Karena tidak ada pertolongan dari warga, akhirnya serigala memakan semua kambing yang ada. Seandainya sang penggembala tidak pernah melakukan kebohongan terhadap warga di hari sebelumnya, mungkin apa yang menimpa pada kambingnya tidak akan pernah terjadi. Tapi itulah risiko yang harus diterima oleh sang penggembala karena kebohongan yang pernah ia lakukan.

Cerita di atas merupakan ekspresi kekecewaan penulis setelah melihat sikap para pemimpin bangsa negeri ini. Bangsa ini telah dilanda krisis multidimensional, salah satunya krisis kepercayaan. Rakyat negeri ini telah dikecewakan oleh para pemimpin bangsa --bupati, gubernur, presiden sampai anggota dewan-- ini. Janji-janji yang pernah disampaikan oleh para pemimpin bangsa ini, ketika mengampayekan program partainya, tidak ditepati. Dulu ketika partai-partai baru bermunculan, respon masyarakat di negeri ini begitu besar. Sambutan rakyat terhadap partai-partai ini begitu hangat. Jalan-jalan dipenuhi oleh massa yang mengampayekan atribut partainya. Medan-medan kampaye begitu padat oelh lautan manusia yang ingin mendengarkan janji-janji partainya, demi menuju kondisi negeri baru yang lebih baik. Begitu pemilihan umum digelar, nama-nama partai baru yang bermunculan, memperoleh suara yang cukup signifikan. Maka formasi kepemimpinan beru pun dibentuk. Rakyat menantikan sebuah impian untuk masa depan yang lebih baik.

Tetapi, ketika pemerintahan berjalan, apa yang diidam-idamkan oleh rakyat tidak kunjung datang. Rakyat tidak mengapatkan harapan-harapan yang pernah mereka dengarkan dari pemimpin-pemimpin bangsa, sebagaimana yang pernah disampaikan waktu kampanye. Maka rakyat kembali menjalanihidupnya dengan penuh kekecewaan, sementara para pemimpin negeri ini terus tertawa dan menikmati penghasilan materialnya, seakan-akan mereka telah berhasil menipu rakyat yang telah mendukungnya.

Ketika roda kepemimpinan mendekati titik akhir, para pemimpin negeri ini kembali disibukkan untuk mencari dukungan agar tetap eksis dalam kepemimpinannya. Akhirnya kampanye digelar dan mereka kembali meneriakkan janji-janji seperti yang pernah mereka lakukan. Rakyat yang cerdas dan yang sudah merasa tertipu, memiliki anggapan bahwa teriakan itu hanyalah kebohongan belaka. Akibatnya mereka tidak merespon teriakan-teriakan para petinggi partai-partai penguasa. Memang kampanye digelar di mana-mana, tetapi simpati rakyat terhadap partai yang ada tidak terlihat di permukaan. Rakyat hanya datang ke tempat kampanye dan pemilihan jika ada uang pesangon, atau kaos yang ada gambar partai dan calonnya, atau bentuk imbalan material lainnya. Tak heran, jika dana yang harus dikeluarkan dalam pemilihan calon-calon pemimpin begitu besar, hingga mereka lupa rakyat dan hanya mengingat hutang ketika menjabat atau menjadi pemimpin. Hal ini terbukti dengan tidak ada habisnya kasus-kasus korupsi dan penyelewengan dana negara oleh para pejabat dan pemimpin.

Seandainya mereka tidak melakukan kebohongan kepada rakyat di negeri ini, mungkin nasib tersebut tidak akan dialami oleh pemimpin atau partai bersangkutan. Tapi itulah yang terjadi di dalam kenyataan. Partai-partai penguasa tidak lagi mendapatkan dukungan dari rakyat Indonesia tanpa ada embel-embel. Realitas ini merupakan kenyataan pahit yang harus diambil pelajaran.

Kisah antara penggembala kambing yang pernah menipu warga dan para pemimpin bangsa ini yang tidak menepati janjinya, merupakan bukti bahwa kejujuran dan komitmen merupakan modal penting bagi seseorang untuk mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Jika seseorang pernah melakukan suatu kebohongan, maka sulit baginya untuk mendapatkan kepercayaan yang kedua kalinya di hari-hari berikutnya. Itulah yang dialami oleh para pemimpin bangsa di negeri kita sekarang ini.

Mungkin patut kita renungkan kembali sebuah Hadis Nabi SAW yang berbunyi: “man kana yukminu billahi wa al-yaumi al-akhiri, fak yaqul khairan au liyasmut” (barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia mengucapkan sesuatu yang baik, yang bisa ia jalankan, jika tidak, lebih baik ia diam).

Previous
« Prev Post

adblock

Back Top