-->
author

sticky

close
Kenali Dan Hindari 7 Cara Beroperasinya Korupsi Di Tanah Air

Kenali Dan Hindari 7 Cara Beroperasinya Korupsi Di Tanah Air

Model dan cara beroperasinya korupsi di Tanah Air kian hari semakin bertambah saja ragamnya. Cara-cara korupsi tersebut dirasakan samar-samar oleh masyarakat, namun terkadang tak mudah untuk membuktikannya. Berikut ini diantaranya:

Kenali Dan Hindari 7 Cara Beroperasinya Korupsi Di Tanah Air

Korupsi dengan cara konvensional. Korupsi jenis ini biasanya dilakukan dengan cara mencuri inventaris kantor dan mengambil uang di brankasnya. Penyebabnya antara lain karena sistem inventarisasi tidak memadai, sehingga hilangnya benda-benda inventaris tidak cepat terlacak.

Pemalsuan Dokumen. Contoh dari korupsi jenis ini seperti, pembuatan kuitansi fiktif, mafia pembuatan dokumen asli tapi palsu (kerja sama dengan orang dalam). Dengan demikian, uang yang seharusnya masuk ke kas negara nyasar ke kantong oknum. Penyebabnya, antara lain, karena sistem administrasi lemah, tidak ada pembagian tugas yang jelas dan tiadanya mekanisme checks and balances serta pengawasan internal.

Komisi. Uang komisi biasanya muncul karena gabungan antara wewenang seorang pejabat, gaji yang rendah, dan yang lebih parah karena didorong oleh rasa tamak.

Upeti. Untuk memperoleh fasilitas tertentu, posisi atau jabatan tertentu, tak jarang seorang bawahan harus menyerahkan upeti kepada atasannya. Bentuknya beragam, mulai dari uang, properti, kendaraan atau pemenuhan kebutuhan seksual. Dalam kondisi ini sulit dibayangkan pejabat yang ditujuk tak segera melalukan korupsi untuk mengembalikan modal yang dikeluarkannya untuk memperoleh jabatan tertentu.

Nepotisme atau Perkoncoan. Yang ini agak mencolok karena dilakukan bersama-sama secara ramai. Oleh karena ramainya, seakan-akan itu sudah lazim dilakukan. Seorang diberi posisi tertentu dalam jabatan yang tertentu pula, agar mudah diajak berkonsolidasi melakukan penyelewengan kekuasaan.

Perusahaan Rekanan. Yang ini terlihat agak canggih. Karena masyarakat buta tentang kalkulasi ekonomi, lalu menganggapnya suatu yang wajar pula. Contohnya, seperti pengumuman tender hanya dilakukan untuk kalangan tertentu saja supaya kegala sesuatunya bisa diatur. Perusahaan rekanan fiktif tidak jarang menghiasi proses tender pada proyek-proyek pemerintah. Pada kasus-kasus ini, pelelangan hanya dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan formal saja, karena calon rekanan yang akan dimenangkan dalam tender sudah diketahui. Selain itu, platfon dana yang tersedia juga diketahui oleh calon pemenang lelang, sehingga cenderung terjadi penawaran mendekati plafon.

Pungli atau Suap. Yang ini tampaknya buat orang kepepet. Biasanya ini berhubungan dengan prosedur yang dipersulit. Alur birokrasi dibuat sepanjang mungkin, tujuannya semata-mata agar “sungai uang” itu mengalir merata untuk para pembuat peraturan. Perbedaan antara prosedur cepat dan lambat, tergantung dengan “fee” pembayaran. Semakin tipis lembaran uang yang diberikan, tipis pula prosesnya. Tetapi kalau lembarannya tebal, monggo silahkan masuk!

Itulah gambaran tentang modus operandi korupsi yang direkam oleh Revrisond Baswir, seorang pengamat ekonomi dalam makalahnya Strategi Mewujudkan Pemerintah Bersih.

Sementara Jeremy Pope, menyebutkan empat modus operasi korupsi di Indonesia. Yaitu, kolusi dan koncoisme, korupsi politik dan kepentingan politik, komisi atau upeti, dan berbagai jenis kecurangan.

Lain halnya Agam Fatchurrahman, dari hasil survey yang pernah dilakukannya, Agam berkesimpulan bahwa praktik korupsi setidaknya terlihat dari tiga sistem.

Pertama, pada sistem formal ekonomi. Korupsi terjadi pada lembaga atau instansi pemerintah resmi. Oleh karena kurangnya kontrol, biasanya dana yang masuk pada lembaga tersebut akan menjadi dana non-budgeter. Rakyat kecele, karena sumber dana, misalnya dihasilkan dari pajak atau bukan pajak, tidak masuk dalam kas APBN dan APBD. Ironisnya, di tubuh dua instansi pemerintah tersebut selalu terjadi kebobolan yang merugikan negara sekitar 30-40 persen dari pemasukan resmi.

Kedua, korupsi pada sistem informal ekonomi. Biasanya ini terjadi akibat peraturan tambahan, di Pemerintah Pusat dan Daerah. Bisnisnya samar-samar, karena biasanya masyarakat menyangka pembebanan pembayaran yang diinstruksikan pejabat setempat sudah merupakan aturan main yang berlaku.

Ketiga, pungutan liar. Hal ini sifatnya tidak resmi (illegal). Korupsi ini biasanya terjadi karena mekanisme aturan yang dibuat oleh personal (atasan) atau kelompok yang belum disahkan secara bersama.

Previous
« Prev Post

adblock

Back Top